PENYAKIT LAMINITIS PADA TERNAK SAPI

ETIOLOGI LAMINITIS

   Penyakit laminitis dapat digolongkan sebagai penyakit metabolik. Faktor penyebab laminitis diantaranya adalah terlalu tinggi asupan serat dan karbohidrat, masa pergantian tidak bunting ke masa bunting, stress post partum, dan penyakit lain yang sedang dialami (mastitis, endometritis, dsb). 

GEJALA KLINIS LAMINITIS




PATOGENESA LAMINITIS

    Laminitis yang disebabkan pada masa pergantian kebuntingan, terjadi karena perubahan morfologi rumen. Rongga abdomen akan semakin sempit akibat fetus yang semakin membesar. Ketika hal itu terjadi, maka rumen akan semakin mengecil. Akibatnya, vili-vili rumen akan memendek dan menurunkan pencernaan makanan. Ditambah lagi induk sapi akan semakin kehilangan nafsu makan. Kondisi ini akan menyebabkan motilitas rumen turun (terjadi atoni rumen) dan mematikan bakteri baik. Oleh karena itu, nanti bisa jadi asidosis. (CMIIWW)
    pH normal rumen sapi 5,8 - 6,8. S.bovis bekerja secara optimal pada pH tersebut. Pada pH tersebut S.Bovis akan menghasilkan VLA berupa propionat, butirat, dan asetat. Namun, pada pH > 6,7 atau <4,7 S.bovis akan menghasilkan asam laktat.
    Sapi membutuhkan karbohidrat untuk menghasilkan energi. Karbohidrat didapatkan dari hijauan dan konsentrat. Banyaknya karbohidrat dari hijauan (Hemiselulosa dan Selulosa) adalah sekitar 60-70%, sedangkan karbohidrat dalam konsentrat diperoleh dalam bentuk PATI (termasuk karbohidrat tersedia). Nantinya, hemiselulosa dan selulosa (termasuk karbohidrat struktural/terserat) akan difermentasi oleh bakteri rumen. Berikut adalah bakteri yang bekerja pada rumen :
  1. Bakteri pencerna selulosa : Bacteroides succinogess, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrivibrio fibrosolvens.
  2. Bakteri pencerna hemiselulosa :Butyrivibrio fibrosolvens, Bacteroides ruminocola, ruminococcus sp.
  3. Bakteri pencerna pati : (Bacteroides amylophilus, streptococcus bovis, Succinimonasamylolytica), 
  4. Bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus, bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenes, Bacillus licheniformis).
     Ketika serat dan karbohidtrat (KH) meningkat, maka fermentasi karbohidrat dan serat oleh bakteri pencerna selulosa dan hemiselulosa dalam rumen meningkat. Bakteri menfermentasi seluosa dan hemiselulosa dan menghasilkan VFA. Ketika VFA meningkat, makan bakteri pengguna VFA jg ikut naik (Streptococcus bovis), sehingga asam laktat juga ikut naik. Namun karena KH banyak maka VFA terlalu banyak, dan produksi asam laktat juga ikut banyak, makanya pH rumen akan turun <5,8. Nah, bakteri pengguna asam laktat akan mati krn pengaruh ph asam, yaitu bakteri Megasphaera elsdenii dan Selenomonas ruminantioum. Bakteri pengguna asam laktat akan turun dan bakteri penghasil asam laktat akan naik. Ketika ph turun, maka bakteri pengguna VFA akan turun (S. bovis). S.bovis mati pada ph dibawah 5,3. Bakteri pengguna AL butuh waktu sekitar 3 minggu untuk adaptasi dan memperbanyak diri pada AL tinggi. ( literatue lain menyebutkan M. elsdenii, mati pada ph dibawah 6 atau dibawah 5.5). Ada bakteri pengguna VFA yg bisa hidup di asam yang tinggi, yaitu Lactobacillus. Jadi AL akan semakin tinggi. Turunya pH rumen juga menyebabakan motilitas rumen turun (statis), ruminitis, dan hiperkeratosis. Hal ini menyebabkan penetrasi Fusobakterium nekroforum yg menyebabkan abses di hati. Kemudian bisa juga menyebabkan dehidrasi dan diare hingga terjadi kematian. D dan L asam laktat akan diserap --> asidosis metabolik. Kematian bakteri e.coli juga menyebabkan keluarnya endotoksin.
    Ketika kondisi dalam darah adalah asidosis metabolik dan rumen ikut menyerap endotoksin yg dihasilkan oleh kematian bakteri dlam rumen, maka mediator peradangan akan keluar, yaitu histamin (sebagai vasoaktif substance). Endotoksin akan merusak dinding kapiler, sedangkan histamin menyababkan vasodilatasi. Penurunan pH jg akan mengaktifkan mekanisme vasoaktif dan meningkatan digital pulse dan aliran darah total. Sehingga kondisi buluh darah menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan buluh darah tersebut menyebabkan unfisiological AV shunting dan meningkatnya tekanan darah, sehingga terjadi kerusakan buluh darah. Kerusakan buldar menyebabkan edema, trombosis, dan hemorhadi internal. Pada buluh darah setelah kerusakan akan terjadi ischemia hingga akhirnya hipoksia pada jaringan dibawah buldar yg rusak, sehingga jaringan akan kekurangan oksigen dan nutrisi. Kerusakan yg paling pertama terjadi adalah buluh darah paling kecil yang terjauh dari jantung, yaitu pada daerah kuku (lamina). Pada daerah perbatasan antara lamina di strata germoinativum dan chorium akan rusak dan lepas pertautanya. Kondisi ini disebut laminitis atau pododermatitis aseptika difusa.

PENGOBATAN LAMINITIS

Pengobatan laminitis dilakukan berdasarkan gejala klinis yang muncul. Pengobatan harus dibarengi dengan manajemen pemberian pakan yang benar dan sistem perkandangan yang harus diperbaiki. Pengobatan tidak dapat dilakukan hanya dengan memberikan memberikan antibiotik oral berspektrum luas dan pemberian antiradang nonsteroid.

Post a Comment for "PENYAKIT LAMINITIS PADA TERNAK SAPI "